Perkembangan Seni Rupa Anak Sekolah
Dasar
Setiap guru SD perlu mengenal
latar belakang anak didiknya, khususnya landasan teori tentang dunia
kesenirupaan anak yang telah dikembangkan oleh para ahli, agar ia dapat memilih
strategi pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa Anak Sekolah Dasar (SD)
berusia sekitar 6 - 12 tahun.
Berdasarkan teori tahap-tahap
perkembangan menggambar/seni rupa secara garis besar dapat dibedakan dua tahap
karakteristik, yaitu kelas I sampai dengan kelas III ditandai dengan kuatnya
daya fantasi-imajinasi, sedangkan kelas IV sampai dengan kelas VI ditandai
dengan mulai berfungsinya kekuatan rasio. Perbedaan kedua karakteristik ini
tampak pada gambar-gambar (karya dua dimensi) atau model, patung dan perwujudan
karya tiga dimensi lainnya.
Ada dua cara untuk memahami
perkembangan seni rupa anak-anak. Pertama, mengkaji teori-teori yang berkaitan
dengan perkembangan senirupa anak menurut para ahli. Kedua, mengamati dan
mengkaji karya anak secara langsung. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengumpulkan karya anak berdasarkan rentang usia yang relevan dengan teori yang
telah kita pelajari. Melalui kegiatan ini, diharapkan kita bisa memahami
perkembangan seni rupa anak secara komprehensif.
Dalam psikologi perkembangan
dinyatakan baha pada rentang kehidupan manusia khususnya anak ada yang disebut
masa keemasan yang dikenal dengan masa peka. Hal ini dipertegas oleh Piere
Duquet (1953: 41) bahwa: “A childre who does not draw is an anomaly, and
particulary so in the years between 6 an 10, which is outstandingly the golden
age of creative expression”.
Pada masa peka atau keemasan
ini anak harus diberi kesempatan agar potensi yang dimilikinya berfungsi secara
maksimal. Masa peka tiap orang berbeda-beda. Secara umum, masa peka menggambar
ada pada masa lima tahun, sedangkan masa peka perkembangan ingatan logis pada
umur 12 dan 13 tahun (Muharam dan Sundaryati, 1991: 33).
Selanjutnya, untuk
terciptanya kesempatan bagi siswa agar dapat melakukan ekspresi kreatif, maka
guru perlu melakukan kegiatan berupa: 1) memberi perangsang (stimulasi) kepada
siswa, 2) guru dapat mempertajam imajinasi dan memperkuat emosi siswa dengan
menggunakan metode pertanyaan yang dikembangkan Sokrates.
Kemampuan siswa
kelas rendah dalam membuat gambar tampak lebih spontan dan kreatif dibandingkan
dengan siswa kelas tinggi. Hal ini terjadi karena semakin tinggi usia anak,
maka kemampuan rasionya semakin berkembang sehingga dapat berpikir kritis.
Kondisi ini akan mempengaruhi anak dalam hal spontanitas dan kreatifitas karya.
Bila rasionya sudah berfungsi dengan baik, maka dalam membuat karya seni,
misalnya menggambar, mereka selalu mempertimbangkan objek gambar secara
rasional; bentuk yang baik, proporsi yang tepat, penggunaan warna yang cocok
sesuai dengan benda yang dilihatnya.
Anak usia sekolah dasar (7-13 tahun)
memiliki kompetensi untuk memadukan karya kerajinan (craft) dengan
kemampuan ekpresi diri. Selain itu pula kemampuan kritik juga dimiliki sejalan
dengan perkembangan intelektualnya. Secara khusus, karakteristik anak pada
usian 11- 13 tahun ini adalah memiliki kemampuan berpikir kritis dan ikut
terlibat dalam proses artistik.
Secara umum dapat
dikatakan bahwa karya seni rupa anak bersifat ekspresif dan dinamis (Camaril,
dkk. 1999). Apa yang digambarkan anak mencerminkan pribadinya, mengungkapkan
apa yang diketahuinya dan tidak menggambar sesuai dengan kenyataan. Kesukaan
akan gerak digambarkan dengan warna tajam mencolok serta objek-objek penuh
gerak seperti binatang, orang, kendaraan. Tetapi, jika dikaji ternyata bahwa
secara umum terjadi pentahapan (periodisasi) dalam perkembangan dunia
kesenirupaan anak.
Periodisasi Perkembangan Seni Rupa anak-anak
Pengelompokan periodisasi
karya seni rupa anak dimaksudkan agar kita mudah mengenali karakteristik
perkembangan anak berdasarkan usianya. Dalam mengungkapkan gagasannya, anak
masih memandang gambar sebagai satu ungkapan keseluruhan. Hal ini belum tampak
bagian demi bagian secara rinci. Yang tampak hanyalah bagian-bagian kecil yang
menarik perhatian, terutama yang menyentuh perasaan dan keinginannya.
Ada beberapa tokoh yang telah
melakukan kajian yang seksama berkenaan dengan periodisasi karya seni rupa
anak, di antaranya Corrado rici dari Italia (1887), Kemudian dilanjutkan oleh
Sully, Kerchensteiner, William Stern, Cyrul Burt, Margaret Meat, Victor
Lowenfeld dan Brittain, Rhoda Kellogg, Scot, Langsing, dan lain-lain. 1.
Perodisasi menurut Kerchensteiner (Muharam dan Sundaryati, 1991: 34) Upaya yang
telah dilakukan Kerchensteiner adalah mengadakan penyelidikan pada anak-anak
dari masa bayi sampai empat belas tahun. Dari 100.000 buah gambar ia
menggolongkannya dalam beberapa periode, masa, yaitu:
Masa Mencoreng :
0 - 3 tahun
Masa bagan : 3 -
7 tahun
Masa bentuk dan
garis : 7 - 9 tahun
Masa
bayang-bayang : 9 - 10 tahun
Masa persfektif : 10 - 14 tahun
2. Periodisai menurut Cyrl Burt
(Lowenfeld, 1975: 118-119) Membagi periodisasi gambar menjadi tuju tingkatan,
yaitu:
Masa mencoreng :
2 - 3 tahun
Masa garis : 4
tahun
Masa simbolisme
deskriptif : 5 - 6 tahun
Masa realisme
deskriftif : 7 - 8 tahun
Masa realisme
visual : 9 - 10 tahun
Masa represi : 10
– 14 tahun
Masa pemunculan artistic : masa
adolesen
3. Periodisasi masa perkembangan seni
rupa anak menurut Viktor Lowenfeld dan Lambert Brittain adalah: Penyelidikan
yang dilakukan terhadap anak-anak usia 2 sampai 17 tahun menghasilkan
periodisasi sebagai berikut:
Masa mencoreng (scribbling)
: 2-4 tahun
Masa Prabagan (preschematic)
: 4-7 tahun
Masa Bagan (schematic
period) : 7-9 tahun
Masa Realisme Awal (Dawning
Realism) : 9-12 tahun
Masa Naturalisme Semu (Pseudo
Naturalistic) : 12-14 tahun
Masa Penentuan (Period of Decision)
: 14-17 tahun.
4. Periodisasi masa perkembangan seni
rupa anak menurut Rhoda Kellog dan Scott (Muharam dan Sundaryati, 1991: 34-35)
Beliau melakukan penelitian di 30 negara dengan lukisan/gambar anak yang
diteliti lebih dari 1.000.000 gambar. Hasil penelitiannya terhadap gambar
anak-anak cicatat dengan teliti.
Coretan dan
corengan (Scribble and Scriblin) : 2 - 3 tahun
Rahasia bentuk (The Secrets of
Shape) : 2 - 4 tahun
Seni Kontur (Art in Outline) :
2 - 4 tahun
Anak dan desain (The Child and
Design) : 3 - 5 tahun
Mandala, matahari dan Radial (Mandlas,
Suns, and Radials): 3 - 5 tahun
Manusia People) : 4 - 5 tahun
Mirip Gambar (AlmostPictures) :
4 – 6 tahun
Gambar (Pictures) : 5 –7 tahun
5. Periodisasi masa perkembangan seni
rupa anak menurut Lansing (Kamaril, 1999: 2.38)
Masa
coreng-moreng : 2-4 tahun
Masa/tahap
figurative : 3-12 tahun
Subtahap
permulaan figuratif : 3 -7 tahun
Subtahap
pertengahan figuratif : 9-10 tahun
Subtahap akhir
figuratif : 9-12 tahun
Tahap artistik : 12 tahun ke atas
Berdasarkan tahapan
periodisasi di atas, pada bahan belajar mandiri ini Anda akan mempelajari
pendapat yang dikemukakan antara lain dari Viktor Lowenfeld dan Brittain. Alasan
pemilihan pendapat tokoh ini karena pembagian usia anak lebih lengkap dan
dipandang mewakili, sesuai dengan jenjeng pendidikan di negara kita, yaitu usia
7 – 12 tahun (SD), 13 – 15 tahun (SMP), dan usia 16 –18 tahun (SMA). Tahap
perkembangan menurut Viktor Lowenfeld dan Lambert Brittain (1970) dalam: Creative
and Mental Growth membagi periodisasi perkembangan seni rupa anak sebagai
berikut:
1.
Masa Coreng-Moreng (Scribbling Period)
Kesenangan membuat goresan pada anak-anak usia dua tahun
bahkan sebelum dua tahun sejalan dengan perkembangan motorik tangan dan jarinya
yang masih menggunakan motorik kasar. Hal ini dapat kita temukan anak yang
melubangi atau melukai kertas yang digoresnya. Goresan-goresan yang dibuat anak
usia 2-3 tahun belum menggambarkan suatu bentuk objek. Pada awalnya, coretan
hanya mengikuti perkembangan gerak motorik. Biasanya, tahap pertama hanya mampu
menghasilkan goresan terbatas, dengan arah vertikal atau horizontal. Hal ini
tentunya berkaitan dengan kemampuan motorik anak yang masih mengunakan moRotik
kasar. Kemudian, pada perekmbangan berikutnya penggambaran garis mulai beragam
dengan arah yang bervariasi pula. Selain itu mereka juga sudah mampu mambuat
garis melingkar. Periode ini terbagi ke dalam tiga tahap, yaitu: 1) corengan tak
beraturan, 2) corengan terkendali, dan 3) corengan bernama. Ciri gambar yang
dihasilkan anak pada tahap corengan tak beraturan adalah bentuk gembar yang
sembarang, mencoreng tanpa melihat ke kertas, belum dapat membuat corengan
berupa lingkaran dan memiliki semangat yang tinggi Corengan terkendali ditandai
dengan kemampuan anak menemukan kendali visualnya terhadap coretan yang
dibuatnya. Hal ini tercipta dengan telah adanya kerjasama antara koordiani
antara perkembangan visual dengan perkembamngan motorik. Hal ini terbukti
dengan adanya pengulangan coretan garis baik yang horizontal , vertical,
lengkung , bahkan lingkaran. Corengan bernama merupakan tahap akhir masa coreng
moreng. Biasanya terjadi menjelang usia 3-4 tahun, sejalan dengan perkembangan
bahasanya anak mulai mengontrol goresannya bahkan telah memberinya nama,
misalnya: “rumah”, “mobil”, “kuda”. Hal ini dapat digunakan oleh orang tua atau
guru pada jenjang pendidikan usia dini (TK) dalam membangkitkan keberanianan
anak untuk mengemukakan kata-kata tertentu atau pendapat tertentu berdasarkan
hal yangdigambarkannya. Anak-anak memiliki jiwa bebas, ceria. Mereka sangat
menyenangi warna-warna yang cerah misalnya dari crayon. Kesenangan menggunakan
warna biasanya setelah ia bisa memberikan judul terhadap karya yang dibuatnya.
Penggunaan warna pada masa ini lebih menekankan pada penguasaan teknik-mekanik
penempatan warna berdasarkan kepraktisan penempatannya dibandingkan dengan
kepentingan aspek emosi. Pada masa mencoreng, bila anak difasilitasi oleh orang
tua maka akan memiliki peluang untuk melakukan kreasi dalam hal garis dan
bentuk, mengembangkan koordinasi gerak, dan mulai menyadari ada hubungan gambar
dengan lingkungannnya. Hal yang paling penting yang harus dilakukan oleh orang
tua dan guru pada masa ini adalah dengan memberi perhatian terhadap karya yang
sedang dibuat anak sehingga tercipta kemampuan komunikasi anak dengan orang
deswasa secara melalui bahasa visual.
Gambar
3. 1
Setiap
anak (usia 2-3 tahun) pada umumnya senang menggoreskan sesuatu (pensil, pena
dan sejenisnya). Goresannya tak beraturan
Sumber:
Dokumentasi pribadi
2.
Masa Pra Bagan (Pre Schematic Period)
Usia anak pada tahap ini bisanya
berada pada jenjang pendidikan TK dan SD kelas awal. Kecenderungan umum pada
tahap ini, objek yang digambarkan anak biasanya berupa gambar kepala-berkaki.
Sebuah lingkaran yang menggambarkan kepala kemudian pada bagian bawahnya ada
dua garis sebagai pengganti kedua kaki. Ciri-ciri yang menarik lainnya pada
tahap ini yaitu telah menggunakan bentuk-bentuk dasar geometris untuk memberi
kesan objek dari dunia sekitarnya. Koordinasi tangan lebih berkembang. Aspek
warna belum ada hubungan tertentu dengan objek, orang bisa saja berwarna biru,
merah, coklat atau warna lain yang disenanginya.
Gambar 3.2 Kepala berkaki, ciri umum
gambar anak usia 2-4 tahun Sumber: Dokumentasi Pribadi Penempatan dan ukuran objek
bersifat subjektif, didasarkan kepada kepentingannya.
Jika objek gambar lebih dikenalinya
seperti ayah dan ibu, maka gambar dibuat lebih besar dari yang lainnya. Ini
dinamakan dengan “perspektif batin”. Penempatan objek dan penguasan ruang belum
dikuasai anak pada usia ini.
Gambar 3.3 Objek yang
penting, “Bapak” dan “Ibu” dibuat lebih besar Sumber: Dokumentasi pribadi
3.
Masa Bagan (Schematic Period)
Konsep bentuk mulai tampak lebih
jelas. Anak cenderung mengulang bentuk. Gambar masih tetap berkesan datar dan
berputar atau rebah (tampak pada penggambaran pohon di kiri kanan jalan yang
dibuat tegak lurus dengan badan jalan, bagian kiri rebah ke kiri, bagian kanan
rebah ke kanan). Pada perkembangan selanjutnya kesadaran ruang muncul dengan
dibuatnya garis pijak (base line).
Gambar 3.4
Penempatan objek gambar
terletak pada garis dasar gambar (base line)
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Penafsiran ruang
bersifat subjektif, tampak pada gambar “tembus pandang” (contoh: digambarkan
orang makan di ruangan, seakan-akan dinding terbuat dari kaca). Gejala ini
disebut dengan idioplastis (gambar terawang, tembus pandang). Misalnya gambar
sebuah rumahyang seolah-olah terbuat dari kaca bening, hingga seluruh isi di
dalam rumah kelihatan dengan jelas.
Gambar 3.5 Idioplastis,
objek yang digambar tampak tembus pandang Sumber: Dokumentasi Pribadi
Kenyataan di atas
diperkuat oleh pandangan Max Verworm (Zulkifli, 2002: 45) bahwa anak menggambar
benda-benda menurut apa yang dilihatnya. Hasil karya anak-anak itu disebutnya
gambar fisioplastik. Anak yang belum berumur 8 tahun belum mampu menggambar apa
yang dilihatnya tetapi mereka menggambar maenurut apa yang sedang
dipikirkannya. Hasil karya mereka itu disebut gambar ideoplastik. Pada masa ini
juga, kadang-kadang dalam satu bidang gambar dilukiskan berbagai peristiwa yang
berlainan waktu. Hal ini dalam tinjauan budaya dinamakan continous narrative,
anak sudah bisa memahami ruang dan waktu. Objek gambar yang dilukiskan banyak
dan berulang menggambarkan sedang dilakukan.
4.
Masa Realisme Awal (Early Realism)
Pada periode Realisme Awal, karya
anak lebih menyerupai kenyataan. Kesadaran perspektif mulai muncul, namun
berdasarkan penglihatan sendiri. Mereka menyatukan objek dalam lingkungan.
Selain itu kesadaran untuk berkelompok dengan teman sebaya dialami pada masa
ini. Perhatian kepada objek sudah mulai rinci. Namun demikian, dalam
menggambarkan objek, proporsi (perbandingan ukuran) belum dikuasai sepenuhnya.
Pemahaman warna sudah mulai disadari. Warna biru langit berbeda dengan biru air
laut. Penguasan konsep ruang mulai dikenalnya sehingga letak objek tidak lagi
bertumpu pada garis dasar, melainkan pada bidang dasar sehingga mulai ditemukan
garis horizon. Selain dikenalnya warna dan ruang, penguasaan unsur desain
seperti keseimbangan dan irama mulai dikenal pada periode ini. Ada perbedaan
kesenangan umum, misalnya: anak laki-laki lebih senang kepada menggambarkan
kendaraan, anak perempuan kepada boneka atau bunga.
Gambar 3.6 Bunga sering digambar oleh
anak perempuan
Gambar 3.7 Gambar
pemandangan, upaya anak dalam meniru bentuk alam, tampak sudah mendekati kenyataan
(realitas)
5.
Masa Naturalisme Semu
Pada masa naturalisme
semu, kemampuan berfikir abstrak serta kesadaran sosialnya makin
berkembang. Perhatian kepada seni mulai kritis, bahkan terhadap karyanya
sendiri. Pengamatan kepada objek lebih rinci. Tampak jelas perbedaan anak-anak
bertipe haptic dengan tipe visual. Tipe visual memperlihatkan kesadaran rasa
ruang, rasa jarak dan lingkungan, dengan fokus pada hal-hal yang menarik
perhatiannya. Penguasaan rasa perbandingan (proporsi) serta gerak tubuh objek lebih
meningkat. Tipe haptic memperlihatkan tanggapan keruangan dan objek secara
subjektif, lebih banyak menggunakan perasaannya. Gambar-gambar gaya kartun
banyak digemari.
Gambar 3.8 Tokoh kartun banyak
digemari anak-anak
Ada sesuatu yang
unik pada masa ini, di mana pada satu sisi anak ekspresi kreatifnya sedang
muncul sementara kemampuan intelektualnya berkembang dengan sangat pesatnya.
Sebagai akibatnya, rasio anak seakan-akan menjadi penghambat dalam proses
berkarya. Apakah gambar ini seperti kucing? Sementara kemampuan menggambar
kucing kurang misalnya. Sebagai akibatnya mereka malu kalau memperlihatkan
karyanya kepada sesamanya.
6.
Periode Penentuan
Pada periode ini
tumbuh kesadaran akan kemampuan diri. Perbedaan tipe individual makin tampak.
Anak yang berbakat cenderung akan melanjutkan kegiatannya dengan rasa senang,
tetapi yang merasa tidak berbakat akan meninggalkan kegiatan seni rupa, apalagi
tanpa bimbingan. Dalam hal ini peranan guru banyak menentukan, terutama dalam
meyakinkan bahwa keterlibatan manusia dengan seni akan berlangsung terus dalam
kehidupan. Seni bukan urusan seniman saja, tetapi urusan semua orang dan siapa
pun tak akan terhindar dari sentuhan seni dalam kehidupannya sehari-hari.
Gambar 3.9 Contoh
karya anak 17 Tahun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar