Pendekatan
Berbasis Disiplin Ilmu dalam Pendidikan Seni Rupa
Pendekatan
seni rupa berbasis disiplin ilmu (dicipline based art education, disingkat
DBAE) berintikan pemikiran bahwa seni telah hadir dalam kehidupan bukan hanya
sebagai kegiatan penciptaan, tetapi juga sebagai cabang pengetahuan yang
menjadi bahan kajian filosofis maupun ilmiah dan berhak
dipelajari di lembaga pendidikan. Seni adalah disiplin ilmu yang khas dengan
karakter yang dimilikinya, mendapat dukungan kelompok ilmuwan, dikembangkan
melalui penelitian.
Pendukung
Pendidikan Seni Rupa Berbasis Disiplin berpendapat bahwa pendidikan seni rupa
yang memberikan kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan emosinya adalah
penting, tetapi jangan sampai mengabaikan kegiatan mempelajari aspek
pengetahuan keilmuannya. Cakupan pendidikan seni rupa perlu diperluas. Eisner
(1987/1988) menegaskan bahwa Pendidikan Seni Rupa Berbasis Disiplin bertujuan
untuk menawarkan program pembelajaran yang sistematik dan berkelanjutan dalam
empat bidang seni rupa yang lazim dalam kenyataan yaitu bidang penciptaan,
penikmatan, pemahaman, dan penilaian. Keempat bidang tadi disampaikan dalam
kegiatan belajar: produksl seni rupa, kritik seni rupa, sejarah seni rupa dan
estetika. Anak hendaknya tidak hanya diberi kesempatan untuk berekspresi/
menciptakan karya seni rupa tetapi juga perlu mempelajari bagaimana caranya
menikmati suatu karya seni rupa serta memahami konteks dari sebuah karya seni
rupa dari berbagal masa. Pelaksanaannya tidak harus terpisah tetapi dapat
dipadukan.
Pendidikan
Seni Rupa Berbasis Disiplin merupakan suatu pendekatan dan bukan merupakan
suatu metode yang spesifik, maka wujud penampilannya dapat yang bervariasi.
Yang jelas, sasarannya adalah adanya peningkatan kemampuan anak dalam berbagai
bidang kegiatan tersebut.
Pendekatan Kompetensi dalam Pendidikan Seni Rupa
Pendekatan
kompetensi sering dianggap sebagai reaksi atas pendekatan yang mengacu kepada
materi (termasuk DBAE ?). Tetapi jika direnungkan sebetulnya arahnya sejalan,
karena materi yang dipilih pada dasarnya dijabarkan dari kompetensi yang
diharapkan. Bedanya, pada pendekatan kompetensi terlebih dahulu yang ditetapkan
adalah kompetensinya.
. Inti
pandangannya adalah bahwa setiap bahan ajar yang dipilih serta metode dan media
yang digunakan harus diarahkan kepada pembentukan kompetensi siswa. Untuk
setiap jenjang pendidikan, perlu ditetapkan kompetensi apa yang harus
dikembangkan. Gagasan ini tampaknya didorong oleh hasrat perlunya menyiapkan
sejak dini pembentukan SDM yang memiliki kemampuan handal, kompetitif,
khususnya menghadapi persaingan global masa depan. Dalam bidang seni,
pendekatan kompetensi menjadi bahan pembahasan dan disepakati sebagai acuan
bagi penyelenggaraan pembelajaran seni di Indonesia. Konsep dasar pendekatan
kompetensi adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan
hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar-mengajar,
dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah
(Puskur-Balitbang Depdiknas, 2002).
Implikasi pendekatan kompetensi dalam aspek pelaksanaan adalah bahwa
kegiatan belajar-mengajar terarah kepada suatu sasaran yang berbentuk
kompetensi siswa setelah mengikuti suatu program dalam limit waktu tertentu.
Pembelajaran tidak asal berlangsung, tapi terkontrol, bertahap, berkelanjutan.
Ekspresi-kreasi sukar diduga, sukar diukur, sukar dilatih, karena dorongannya
ada di dalam diri individu. Dalam hal ini, ukuran-ukuran kompetensi tak bisa lain
kecuali bersifat fleksibel, multikriteria dan kualitatif, seperti terungkap
dari kata-kata:―siswa memiliki kemampuan berapresiasi…,dst. Pendekatan DBAE
maupun pendekatan kompetensi sama-sama memiliki harapan agar pembelajaran itu
berkualitas dan bermakna, tidak sekedar merasa cukup jika siswa ramai-ramai
berkarya, tetapi karyanya itu-itu juga dari waktu ke waktu baik dalam tema,
bentuk maupun gagasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar