Sabtu, 04 Agustus 2012



PERANAN GURU SENI RUPA
Guru memegang peranan penting dalam pendidikan seni. Setiap guru seni perlu memahami kepemimpinan bagaimana dan tanggungjawab apa yang dituntut para siswa serta bimbingan mana yang dapat memberi inspirasi kepada mereka; apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dia lakukan. Di ruangan kelas, setiap saat guru senantiasa diperlukan siswanya.
Peran kunci guru seni, tidak lagi terletak pada mengajarkan kepada siswa bagaimana cara menggambar, atau memberikan contoh gambar untuk ditiru siswa, tetapi lebih terfokus kepada penciptaan iklim belajar yang menunjang, suasana yang akrab serta adanya penerimaan guru atas pribadi para siswa yang beranekaragam dengan karya dan gagasan mereka yang bervariasi pula. Dalam keseluruhan penyelenggaraan kegiatan seni di sekolah, peranan guru adalah memberi inspirasi, memberi kejelasan/klarifikasi, membantu menerjemahkan gagasa, perasaan dan reaksi siswa ke adalam bentuk-bentuk karya seni yang terorganisasi secara estetis (Jefferson, 1969) atau menciptakan iklim yang menunjang bagi kegiatan “menemukan”, “eksplorasi”, dan “produksi”. Peranan ini dapat dimainkan guru, baik pada saat awal atau di tengah pelajaran sedang berlangsung. Tentu saja, untuk dapat berperan seperti ini guru perlu “mengasah” kepekaan rasa seninya secara memadai, melalui kegiatan belajar yang terus menerus (belajar diartikan: mengamati, menghayati, mengkaji atau berkarya).
Tugas-tugas guru seni sebetulnya cukup jelas dan spesifik tetapi jangan diartikan secara kaku. Yang penting, tetaplah berorientasi kepada kebutuhan belajar siswa. Tugas-tugas guru paling sedikit meliputi lima kegiatan penting, yaitu: (1) merancang, (2) memotivasi, (3) membimbing, (4) mengevaluasi, (5) menyelenggarakan pameran.
Berikut ini akan dibahas salah satu tugas yang sangat penting bagi guru dan perlu dikembangkan, tetapi sering diabaikan yaitu memotivasi.
Sering dikemukakan orang bahwa kegiatan berkarya seni, anak-anak tidak perlu dimotivasi, karena mereka sudah dengan sendirinya menyukai kegiatan ini. Pernyataan ini tidak sepenuhnya benar, sebagaimana terbuktidalam kenyataan. Tidak semua anak secara spontan mampu berkresi, sekalipun ia berada pada fase perkembangan yang disebut “the golden age of creative expression” (masa keemasan ekspresi kreatif), sekitar usia kelas I-III SD. Kiranya faktor lingkungan budaya turut memegang peranan penting dalam hal ini. Spontanitas berekspresi-kreatif pada anak hanya terjadi jika didukung oleh iklim yang menunjang dan melalui serangkaian pengalaman berkesenian, baik dalam bentuk kegiatan apresiasi maupun kreasi.
Beberapa cara yang dapat dijadikan alat memotivasi oleh guru pada awal pelajaran seni rupa yaitu : insentif, membangunkan pengalaman pribadi (ingatan, asosiasi emosional), pengamatan langsung kepada objek di lingkungan, asosiasi gagasan dengan bahan/media dan perluasan pengetahuan.
Insentif disini lebih diartikan sebagai penguatan (reinforcement) bersifat non-material, yang memungkinkan para siswa tergugah minatnya untuk mengikuti pelajaran. Bentuknya antara lain berupa : kata-kata pujian, gerak mimik, acungan jempol, atau tanda persetujuan dan penerimaan guru kepada siswa yang mengemukakan gagasan menarik. Hal ini dapat dilakukan terutama diskusi awal.
Membangunkan ingatan perlu dilakukan, untuk mengungkapkan kembali pengalaman siswa di masa lalu yang mungkin sudah dilupakan. Caranya, dengan melakukan pancingan-pancingan kata-kata, kalimat pernyataan atau pertanyaan yang tak perlu dijawab secara verbal.
Asosiasi gagasan dengan bahan. Artinya, setiap jenis bahan yang digunakan memiliki karakter khusus yang memancing ide penciptaan. Memperluas pengetahuan artinya, guru berupaya agar pengetahuan siap mengenai suatu objek yang telah dimiliki siswa, ditambah, diperkaya ileh guru maupun siswa-siswa lainnya. Hal ini dapat dilakukan dengan diskusi pada tahap awal, pada waktu kegiatan berlangsung atau setelah hasil karya selesai dibuat siswa. Pengetahuan yang luas akan memperlancar proses kreasi, bahkan meningkatkan daya tarik hasil karya.
Akhirnya guru perlu memperhatikan juga kapan saat-saat yang tepat diberikannya motivasi, jangan sampai mengganggu siswa yang sedang asik bekerja (Wachowiak dan Clements, 1993)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar