Sabtu, 04 Agustus 2012



Pendekatan Berbasis Disiplin Ilmu dalam Pendidikan Seni Rupa
Pendekatan seni rupa berbasis disiplin ilmu (dicipline based art education, disingkat DBAE) berintikan pemikiran bahwa seni telah hadir dalam kehidupan bukan hanya sebagai kegiatan penciptaan, tetapi juga sebagai cabang pengetahuan yang menjadi bahan kajian filosofis maupun ilmiah dan berhak dipelajari di lembaga pendidikan. Seni adalah disiplin ilmu yang khas dengan karakter yang dimilikinya, mendapat dukungan kelompok ilmuwan, dikembangkan melalui penelitian.
Pendukung Pendidikan Seni Rupa Berbasis Disiplin berpendapat bahwa pendidikan seni rupa yang memberikan kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan emosinya adalah penting, tetapi jangan sampai mengabaikan kegiatan mempelajari aspek pengetahuan keilmuannya. Cakupan pendidikan seni rupa perlu diperluas. Eisner (1987/1988) menegaskan bahwa Pendidikan Seni Rupa Berbasis Disiplin bertujuan untuk menawarkan program pembelajaran yang sistematik dan berkelanjutan dalam empat bidang seni rupa yang lazim dalam kenyataan yaitu bidang penciptaan, penikmatan, pemahaman, dan penilaian. Keempat bidang tadi disampaikan dalam kegiatan belajar: produksl seni rupa, kritik seni rupa, sejarah seni rupa dan estetika. Anak hendaknya tidak hanya diberi kesempatan untuk berekspresi/ menciptakan karya seni rupa tetapi juga perlu mempelajari bagaimana caranya menikmati suatu karya seni rupa serta memahami konteks dari sebuah karya seni rupa dari berbagal masa. Pelaksanaannya tidak harus terpisah tetapi dapat dipadukan.
Pendidikan Seni Rupa Berbasis Disiplin merupakan suatu pendekatan dan bukan merupakan suatu metode yang spesifik, maka wujud penampilannya dapat yang bervariasi. Yang jelas, sasarannya adalah adanya peningkatan kemampuan anak dalam berbagai bidang kegiatan tersebut.

Pendekatan Kompetensi dalam Pendidikan Seni Rupa
Pendekatan kompetensi sering dianggap sebagai reaksi atas pendekatan yang mengacu kepada materi (termasuk DBAE ?). Tetapi jika direnungkan sebetulnya arahnya sejalan, karena materi yang dipilih pada dasarnya dijabarkan dari kompetensi yang diharapkan. Bedanya, pada pendekatan kompetensi terlebih dahulu yang ditetapkan adalah kompetensinya.
. Inti pandangannya adalah bahwa setiap bahan ajar yang dipilih serta metode dan media yang digunakan harus diarahkan kepada pembentukan kompetensi siswa. Untuk setiap jenjang pendidikan, perlu ditetapkan kompetensi apa yang harus dikembangkan. Gagasan ini tampaknya didorong oleh hasrat perlunya menyiapkan sejak dini pembentukan SDM yang memiliki kemampuan handal, kompetitif, khususnya menghadapi persaingan global masa depan. Dalam bidang seni, pendekatan kompetensi menjadi bahan pembahasan dan disepakati sebagai acuan bagi penyelenggaraan pembelajaran seni di Indonesia. Konsep dasar pendekatan kompetensi adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar-mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah (Puskur-Balitbang Depdiknas, 2002). 
Implikasi pendekatan kompetensi dalam aspek pelaksanaan adalah bahwa kegiatan belajar-mengajar terarah kepada suatu sasaran yang berbentuk kompetensi siswa setelah mengikuti suatu program dalam limit waktu tertentu. Pembelajaran tidak asal berlangsung, tapi terkontrol, bertahap, berkelanjutan. Ekspresi-kreasi sukar diduga, sukar diukur, sukar dilatih, karena dorongannya ada di dalam diri individu. Dalam hal ini, ukuran-ukuran kompetensi tak bisa lain kecuali bersifat fleksibel, multikriteria dan kualitatif, seperti terungkap dari kata-kata:―siswa memiliki kemampuan berapresiasi…,dst. Pendekatan DBAE maupun pendekatan kompetensi sama-sama memiliki harapan agar pembelajaran itu berkualitas dan bermakna, tidak sekedar merasa cukup jika siswa ramai-ramai berkarya, tetapi karyanya itu-itu juga dari waktu ke waktu baik dalam tema, bentuk maupun gagasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar